Minggu, 30 November 2014

Activity-Based Costing (ABC)
A. Distorsi Biaya
Penentuan biaya produksi dengan metode traditional costing dapat menimbulkan distorsi biaya produksi. Hal ini disebabkan karena metode tersebut hanya mempergunakan satu macam basis pembebanan biaya untuk pemakaian sumber daya, sementara setiap sumber daya yang berbeda dapat saja dikonsumsi berdasarkan basis yang berbeda pula. Untuk mengatasi keterbatasan pada metode traditional costing maka dikembangkan sistem biaya yang didasarkan pada aktivitas yang disebut Activity Based Costing, yang didasari oleh asumsi bahwa aktivitas mengkonsumsi biaya dan produk mengkonsumsi aktivitas. Dengan demikian, penyebab dari dikonsumsinya biaya adalah aktivitas yang dilakukan untuk membuat suatu produk, bukan produk itu sendiri. Maka dengan metode Activity Based Costing pembebanan biaya tidak selalu dianggap proporsional terhadap volume produk, melainkan proporsional terhadap pengkonsumsian sumber daya oleh aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam membuat produk tersebut.
Pemilihan aktivitas-aktivitas dan pemicu-pemicu biaya secara hati-hati merupakan kunci untuk memperoleh manfaat dari sistem Activity Based Costing. Analytic Hierarchy Process merupakan salah satu metodologi yang mampu menangani kriteria keputusan yang banyak dan konsisten untuk menentukan pemicu-pemicu biaya dalam Activity Based Costing. Analytic Hierarchy Process mampu membantu kekonsistenan munculnya problem-problem pemilihan pemicu biaya dengan kriteria keputusannya yang dinyatakan secara subyektif berdasarkan pada pengalaman manajerial. Penelitian yang membandingkan pembebanan biaya produksi tak langsung metode traditional costing dengan metode Activity Based Costing pada Divisi Produksi PT. Arka Footwear Indonesia ini menunjukkan bahwa dua dari tiga produk yang dibuat perusahaan tersebut (Neckerman dan Osh Kosh B'Gosh) mengalami distorsi undercosting masing-masing sebesar Rp. 30,- dan Rp. 485,-. Sedangkan produk lainnya (Adidas) mengalami distorsi overcosting sebesar Rp. 3.048,-. Distorsi biaya yang terjadi disebabkan karena metode traditional costing terlalu rendah mengkalkulasikan biaya produksi tak langsung untuk produk Neckerman dan Osh Kosh B'Gosh, dan terlalu tinggi mengkalkulasikan biaya produksi tak langsung untuk produk Adidas.
Hal ini disebakan karena metode traditional costing hanya menggunakan satu jenis pembebanan biaya yang sama untuk setiap produk yang dihasilkan. Dengan metode Activity Based Costing dapat ditelusuri aktivitas apa saja yang dikonsumsi produk tersebut, sehingga dapat diketahui jumlah biaya yang sebenarnya.

B. Pengertian ABC (Activity Based Costing)
Activity Based Costing merupakan metode yang menerapkan konsep-konsep akuntansi aktivitas untuk menghasilkan perhitungan harga pokok produk yang lebih akurat. Namun dari perspektif manajerial, sistem ABC menawarkan lebih dari sekedar informasi biaya produk yang akurat akan tetapi juga menyediakan informasi tentang biaya dan kinerja dari aktivitas dan sumber daya serta dapat menelusuri biaya-biaya secara akurat ke objek biaya selain produk, misalnya pelanggan dan saluran distribusi.

Pengertian akuntansi aktivitas menurut Amin Widjaja (1992; 27) adalah :
“Bahwa ABC Sistem tidak hanya memberikan kalkulasi biaya produk yang lebih akurat, tetapi juga memberikan kalkulasi apa yang menimbulkan biaya dan bagaimana mengelolanya, sehingga ABC System juga dikenal sebagai sistem manajemen yang pertama.”
Sedangakan menurut Mulyadi (1993:34) memberikan pengertian ABC sebagai berikut :
ABC merupakan metode penentuan HPP (product costing) yang ditujukan untuk menyajikan informasi harga pokok secara cermat bagi kepentingan manajemen, dengan mengikursecara cermat konsumsi sumber daya alam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk.”

Pengertian ABC Sistem yang lain juga dikemukakan oleh Hansen and Mowen (1999: 321) sebagai berikut :
“Suatu sistem kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas kemudian ke produk.”

Pengertian akuntansi aktivitas menurut Brimson (1991: 47) adalah:
“Suatu proses pengumpulan dan menelusuri biaya dan data performan terhadap suatu aktivitas perusahaan dan memberikan umpan balik dari hasil aktual terhadap biaya yang direncanakan untuk melakukan tindakan koreksi apabila diperlukan.”
Definisi lain dikemukakan oleh Garrison dan Norren (2000: 292) sebagai berikut:
“Metode costing yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategik dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap.” Activity-Based Costing (ABC) adalah konsep perhitungan biaya dalam akuntansi manajemen yang didasarkan pada aktivitas-aktivitas bisnis dalam organisasi yang dapat diterapkan untuk menghitung biaya produk dengan lebih akurat. Produk merupakan hasil aktivitas-aktivitas bisnis dan aktivitas-aktivitas tersebut memanfaatkan sumberdaya yang berarti menimbulkan biaya. Biaya produk dihubungkan ke aktivitas-aktivitas bisnis relevan dan kemudian ke sumberdaya-sumberdaya yang dimanfaatkan. Hal ini menghasilkan perhitungan biaya produk yang lebih akurat dibandingkan dengan perhitungan menggunakan konsep tradisional. ABC baik untuk diterapkan di perusahaan yang memproduksi lebih dari satu jenis produk dan memiliki komponen biaya tidak langsung yang signifikan.
Activity-Based Costing (ABC) adalah suatu sistem informasi akuntansi yang mengidentifikasi berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan mengumpulkan biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari aktivitasnya. ABC memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas untuk memproduksi, mendistribusikan atau menunjang produk yang bersangkutan.

Sistem ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk secara akurat. Hal ini didorong oleh:
1.      Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective
2.      Advanced manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya overhead pabrik dalam product cost menjadi lebih tinggi dari primary cost.
3.      Adanya strategi perusahaan yang menerapkan market driven strategy

Kelemahan sistem akuntansi biaya tradisional:
a.       Akuntansi biaya tradisional dirancang hanya menyajikan informasi biaya pada tahap produksi.
b.      Alokasi biaya overhead pabrik hanya didasarkan pada jam tenaga kerja langsung atau hanya dengan volume produksi.
c.       Ada diversitas produk, dimana masing-masing produk mengkonsumsi biaya overhead yang berbeda beda.

Penerapan ABC sistem akan relevan bila biaya overhead pabrik merupakan biaya yang paling dominan dan multiproduk. Dalam merancang ABC sistem, aktivitas untuk membuat dan menjual produk digolonhkan dalam 4 kelompok, yaitu:
a.       Facility sustaining activity cost --- biaya yang berkaitan dengan aktivitas mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan. Misal biaya depresiasi, biaya asuransi, biaya gaji pegawai kunci
b.      Product sustaining activity cost ----- biaya yang berkaitan dengan aktivitas penelitian dan pengembangan produk dan biaya untuk mempertahankan produk untuk tetap dapat dipasarkan. Misal biaya pengujian produk, biaya desain produk
c.       Bacth activity cost ----- biaya yang berkaitan dengan jumlah bacth produk yang diproduksi. Misal biaya setup mesin.
d.      Unit level activity cost ---- biaya yang berkaitan dengan besar kecilnya jumlah unit produk yang dihasilkan. Misal biaya bahan baku, biaya tenaga kerja

C. Pembebanan dua tahap dalam ABC
Pembebanan Biaya Overhead pada Activity-Based Costing
Pada Activity-Based Costing meskipun pembebanan biaya-biaya overhad pabrik dan produk juga menggunakan dua tahap seperti pada akuntansi biaya tradisional, tetapi pusat biaya yang dipakai untuk pengumpulan biaya-biaya pada tahap pertama dan dasar pembebanan dari pusat biaya kepada produk pada tahap kedua sangat berbeda dengan akuntansi biaya tradisional (cooper, 1991:269-270).
Activity-Based costing menggunakan lebih banyak cost driver bila dibandingkan dengan sistem pembebanan biaya pada akuntansi biaya tradisional.
Sebelum sampai pada prosedure pembebanan dua tahap dalam Activity-Based Costing perlu dipahami hal-hal sebagai berikut:
1. Cost Driver adalah suatu kejadian yang menimbulkan biaya. Cost Driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-biaya overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat aktivitas yang akan menyebabkan biaya dalam aktivitas-aktivitas selanjutnya.
2. Rasio Konsumsi adalah proporsi masing-masing aktivitas yang dikonsumsi oleh setiap produk, dihitung dengan cara membagi jumlah aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk dengan jumlah keseluruhan aktivitas tersebut dari semua jenis produk.
3. Homogeneous Cost Pool merupakan kumpulan biaya dari overhead yang variasi biayanya dapat dikaitkan dengan satu pemicu biaya saja. Atau untuk dapat disebut suatu kelompok biaya yang homogen, aktivitas-aktivitas overhead secara logis harus berhubungan dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk.

Prosedure Pembebanan Biaya Overhead dengan Sistem ABC
Menurut Mulyadi (1993: 94), prosedure pembebanan biaya overhead dengan sisitem ABC melalui dua tahap kegiatan:
a. Tahap Pertama
Pengumpulan biaya dalam cost pool yang memiliki aktifitas yang sejenis atau homogen, terdiri dari 4 langkah :
1. Mengidentifikasi dan menggolongkan biaya kedalam berbagai aktifitas
2. Mengklasifikasikan aktifitas biaya kedalam berbagai aktifitas, pada langkah ini biaya digolongkan kedalam aktivitas yang terdiri dari 4 kategori yaitu: Unit level activity costing, Batch related activity costing, product sustaining activity costing, facility sustaining activity costing.

Level tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Aktivitas Berlevel Unit (Unit Level Activities)
Aktivitas ini dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya aktivitas berlevel unit bersifat proporsional dengan jumlah unit produksi. Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk menjalankan peralatan, karena tenaga tersebut cenderung dikonsumsi secara proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi.


b. Aktivitas Berlevel Batch (Batch Level Activities)
Aktivitas dilakukan setiap batch diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang ada pada batch tersebut. Misalnya, pekerjaan seperti membuat order produksi dan pengaturan pengiriman konsumen adalah aktivitas berlevel batch.

c. Aktivitas Berlevel Produk (Produk Level Activities)
Aktivitas berlevel produk berkaitan dengan produk spesifik dan biasanya dikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch atau unit yang diproduksi atau dijual. Sebagai contoh merancang produk atau mengiklankan produk.

d. Aktivitas Berlevel Fasilitas (Fasility level activities)
Aktivitas berlevel fasilitas adalah aktivitas yang menopang proses operasi perusahaan namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai jenis produk yang berbeda. Kategori ini termasuk aktivitas seperti kebersihan kantor, penyediaan jaringan komputer dan sebagainya.

3. Mengidentifikasikan Cost Driver
Dimaksudkan untuk memudahkan dalam penentuan tarif/unit cost driver.

4. Menentukan tarif/unit Cost Driver
Adalah biaya per unit Cost Driver yang dihitung untuk suatu aktivitas. Tarif/unit cost driver dapat dihitung dengan rumus sbb:
Tarif per unit Cost Driver = CostDriverfitasJumlahAkti

b. Tahap Kedua
Penelusuran dan pembebanan biaya aktivitas kemasing-masing produk yang menggunakan cost driver. Pembebanan biaya overhead dari setiap aktivitas dihitung dengan rumus sbb:
BOP yang dibebankan = Tarif/unit Cost Driver X Cost Driver yang dipilih

Pengenalan Pembiayaan Berdasarkan Aktifitas (Activity Based Costing System – ABC System)
 Sebagaimana aktifitas manufaktur makin terus diotomasi dan tekanan persaingan internasional makin tinggi, banyak perusahaan manufaktur memperkenalkan sistem pembiayaan produk yang lebih lengkap. Walaupun overhead departmental yang telah dibagi-bagi per departemen memberikan biaya produk yang lebih akurat daripada overhead yang secara keseluruhan, masih dimungkinkan untuk mencapai akurasi yang lebih tinggi dengan memfokuskan kepada banyak aktivitas yang mempengaruhi proses produksi. Dalam sistem pembiayaan berdasarkan aktifitas (ABC system), dua tahap alokasi proses tetap digunakan. Tapi bukannya memasukkan overhead hanya pada department pada tahap 1, overhead tersebut diberikan pada lebih banyak pos yang melambangkan aktifitas dalam proses produksi. Aktifitas ini berbeda-beda dalam tiap perusahaan, tapi dapat dijabarkan sebagai contoh seperti berikut ini: dukungan engineering, penanganan bahan baku, set up mesin, penjadwalan produksi, inspeksi, penerimaan, pengiriman dan pembelian.

Setelah memasukkan biaya pada pos aktifitas di tahap 1, driver biaya dididentifikasikan sesuai pos tersebut. Kemudian pada tahap 2 biaya overhead dialokasikan dari setiap aktifitas  secara proprosional sesuai aktifitas yang dilakukan untuk setiap pekerjaan. Misalnya berapa jumlah inspeksi bisa menjadi angka yang menentukan jumlah overhead dari aktifitas inspeksi pada berbagai pekerjaan produksi. Jika pekerjaan A memerlukan 2 kali inspeksi lebih banyak daripada  daripada pekerjaan B maka jumlah biaya overhead dari inspeksi pun akan menjadi 2 kali lebih banyak.
Gambar 3-13 menunjukkan alokasi proses 2 tahap dalam ABC system. Peningkatan akurasi pembiayaan dalam sistemini datand dari tahap 1 yaitu menidentifikasi sejumlah pos aktifitas  dan 2 penentuan angka driver untuk setiap aktifitas.
Tren saat ini yang menggunakan lingkungan produksi yang sangat otomatis adalah menggunakan angka driver yang tinggi untuk penentuan overhead. ABC system makin banyak digunakan sebagaimana para manajer melihat kepentingan strategis untuk mendapatkan informasi biaya yang akurat. ABC system relatif baru dan sangat penting dalam pembahasan manajemen akuntansi. 


D. ABC pada perusahaan jasa
Activity Based Costing untuk Perusahaan Jasa.
Sistem kerja Activity Based Costing banyak diterapkan pada perusahaan manufaktur, tetapi juga dapat diterapkan pada perusahaan jasa. Penerapan metode Activity Based Costing pada perusahaan jasa memiliki beberapa ketentuan khusus, hal ini disebabkan oleh karakteristik yang dimiliki perusahaan jasa. Menurut Brinker (1992), karakteristik yang dimiliki perusahaan jasa, yaitu:

1) Output seringkali sulit didefinisi
2) Pengendalian aktivitas pada permintaan jasa kurang dapat didefinisi
3) Cost mewakili proporsi yang lebih tinggi dari total cost pada seluruh kapasitas yang ada dan sulit untuk menghubungkan antara output dengan aktivitasnya. Output pada perusahaan jasa adalah manfaat dari jasa itu sendiri yang kebanyakan tidak terwujud, contoh: kecepatan suatu jasa, kualitas suatu informasi, pemuasan konsumen. Output pada perusahaan jasa tidak berwujud membuat perhitungan menjadi sulit. Sekalipun sulit, dewasa ini bisnis jasa menggunakan metode Activity Based Costing pada bisnisnya.
Untuk menjawab permasalahan diatas, Activity Based Costing benar-benar dapat digunakan pada perusahaan jasa, setidak-tidaknya pada beberapa perusahaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan Activy Based Costing pada perusahaan jasa adalah:


1) Identifying and Costing Activities
Mengidentifikasi dan menghargai aktivitas dapat membuka beberapa kesempatan untk pengoperasian yang efisien.
2) Spesial Challenger
Perbedaan antara perusahaan jasa dan perusahaan manufaktur akan memiliki permasalahan-permasalahan yang serupa. Permasalahan itu seperti sulitnya mengalokasikan biaya ke aktivitas. Selain itu jasa tidak dapat menjadi suatu persediaan, karena kapasitas yang ada namun tidak dapat digunakan menimbulkan biaya yang tidak dapat dihindari.
3) Output Diversity
Perusahaan jasa juga memiliki kesulitan-kesulitan dalam mengidentifikasi output yang ada. Pada perusahaan jasa, diversity yang menggambarkan aktivitas-aktivitas pendukung pada hal-hal yang berbeda mungkin sulit untuk dijelaskan atau ditentukan


Purchase Vs Pooling of Interest Accounting
Terdapat beberapa perbedaan yang mungkin harus dipertimbangkan dalam penerapan di negara yang berbeda menyangkut metode yang digunakan untuk penggabungan usaha yang disebabkan oleh merger dan pengambil-alihan. Contohnya adalah metode pembelian dalam konsolidasi (yang biasa disebut metode akuisisi di Inggris) biasanya digunakan, bilamana asset dinilai ulang nilai wajarnya (fair value) pada tanggal terjadinya akuisisi atas anak perusahaan, dan perbedaan antara harga pembelian dan net asset yang telah dinilai kembali dicerminkan sebagai goodwill dalam konsolidasi. Bagaimanapun, di beberapa Negara, pooling of interests method (biasanya disebut sebagai merger method di Inggris) juga diperbolehkan untuk digunakan dengan keadaan tertentu. Dalam hal ini, misalnya asset tidak dinilai kembali, tidak ada goodwill yang muncul, tidak ada perbedaan antara pendapatan sebelum dan sesudah akuisisi. Dalam metode purchase, perusahaan yang diakuisisi berkontribusi kepada pendapatan group hanya setelah kombinasi, dimana dibawah pooling of interests, semua pendapatan sebelum kombinasi termasuk yang dikontribusikan. Hal ini adalah salah satu nilai lebih dalam menggunakan metode pooling, jika diijinkan, untuk memperlihatkan pendapatan yang lebih tinggi.

Lebih jauh lagi, dibawah metode purchase, investment oleh induk perusahaan dicatat menggunakan harga pasar (market value) dan asset serta liability dari perusahaan yang diakuisisi secara umum dinilai kembali nilai wajarnya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pada tanggal terjadinya penggabungan usaha. Bila menggunakan metode pooling, investment dicatat pada nilai nominal, dan tidak dilakukan penilaian kembali atas asset serta liability. Efek dari perbedaan ini adalah, dengan menggunakan metode akuisisi, profit setelah penggabungan mungkin akan berkurang karena bertambahnya biaya depresiasi berkaitan dengan penilaian kembali asset. Profit juga mungkin berkurang karena amortisasi goodwill- walaupun penghapusan cadangan seringkali diperbolehkan atau bahkan dianjurkan di Inggris. Karena itu, terdapat keuntungan lebih dalam menggunakan metode pooling of interests, dimana hal ini diperbolehkan.
Potensi untuk mempertinggi pendapatan yang dilaporkan, tidak hanya dapat dilakukan dengan metode pooling. Pandangan pesimis atas penilaian asset, dalam konteks penyesuaian nilai wajar, dapat digunakan. Lebih jauh lagi, provisi untuk reorganisasi dan antisipasi kerugian yang mungkin terjadi di masa depan (termasuk dalam biaya purchase) dapat meningkatkan goodwill dan, dengan menghapuskan penghapusan goodwill secara seketika terhadap pencadangan (diperbolehkan di Inggris namun tidak diperkenankan di USA), dapat mendorong digunakannya purchase accounting.
Dalam konteks prinsip akuntansi konvensional, alasan untuk memilih antara 2 buah pendekatan belum benar-benar diteliti. Bagaimanapun, semua alasan pasti akan menggambarkan asumsi-asumsi yang dapat dipertanyakan atas sifat asal kepemilikan atas kepentingan paramount tanpa memperhatikan substansi ekonomi dari penggabungan usaha. Dalam hal ini, dimana sebuah perusahaan membeli perusahaan lainnya dan pemegang saham dari saham perusahaan yang dibeli berhenti untuk memiliki hak kepemilikan, metode purchase dinilai cocok. Namun di sisi lain, jika terdapat kelanjutan kepemilikan melalui penggantian saham, maka metode pooling of interest dinilai cocok. Asumsi yang mendasari akuntansi merger adalah bahwa yang berubah adalah skala bisnis yang perlu dihitung, dengan kedua perusahaan tetap beroperasi seperti sebelumnya, dengan kata lain, terdapat penyatuan kepentingan. Sebaliknya, akuntansi purchase memperlakukan penggabungan usaha dari sudut pandang pemegang saham yang diakuisisi. Anak perusahaan juga diperlakukan seperti jika asset, liatility dan goodwillnya telah dibeli secara terpisah dan berkontribusi secara bisnis pada tanggal penggabungan. Sehingga, asset dan liability dinilai kembali untuk menggambarkan nilai belinya, atau “nilai beli” yang baru, pada tanggal akuisisi.
Dalam prakteknya, metode pooling of interest hanya digunakan oleh beberapa perusahaan saja. Di Australia, Brazil dan Jepang, metode ini tidak diijinkan. Yang menarik adalah, metode ini disyaratkan di Kanada, Swedia dan Inggris, dan di USA, dalam situasi tertentu metode ini diijinkan, dan diijinkan juga di sejumlah negara lain seperti Prancis, Jerman, Belanda dan Swiss. Di USA, metode pooling digunakan hanya oleh sejumlah kecil perusahaan, dimana jumlahnya hanya kira-kira 10% dari seluruh penggabungan usaha yang terjadi, namun jika ada penggabungan usaha yang memenuhi syarat untuk metode pooling, maka dapat dipastikan adanya penggunaan metode pooling dalam penggabungan usaha tersebut. Di Inggris, praktek akuntansi untuk penggabungan usaha telah disamakan dengan yang ada di USA, dengan diterbitkannya FSR 6 tentang akuisisi dan merger, yang tujuannya adalah memastikan bahwa “merger accounting” digunakan hanya untuk penggabungan usaha yang tidak secara substansial merupakan akuisisi satu entity oleh satu entity lainnya, namun yang formasi barunya merupakan kerjasama berimbang dimana tidak ada pihak yang dominan


METODE AKUSISI DALAM PENGGABUNGAN USAHA

Dalam penyataan IFRS bahwa, “An entity shall account for each business combination by applying the acquisition method.” [IFRS 3 (2008), par. 4]. Pernyataan diatas mengidentifikasikan segala bentuk penggabungan usaha dalam IFRS disebut dengan transaksi akusisi (pembelian). Pihak pembeli (acquirer) mengeluarkan sejumlah dana untuk membeli suatu bisnis yang memiliki tujuan untuk memperoleh hak dalam mengendalikan bisnis tersebut, dan pihak penjual merupakan pemilik lama yang mengendalikan bisnis tersebut.


Masing – masing pihak yang terlibat dalam bisnis bersedia dan memiliki informasi yang akurat dalam transaksi yang terjadi. Pernyataan ini merupakan nilai wajar baik untuk mengukur beban yang tengah dikeluarkan dalam akusisi.


Metode yang digunakan dalam akusisi:
1. Mengidentifikasi pihak pengakuisisi (acquirer)
2. Menentukan tanggal akuisisi
3. Mengidentifikasi, mengakui, dan mengukur asset yang diakuisisi dan liabilitas yang ditanggung, serta mengakui dan mengukur kepentingan non-pengenali.
4. Mengakui dan mengukur goodwill atau keuntungan dari pembelian murah.


Akusisi di definisikan sebagai transaksi-transaksi yang mengakibatkan diperolehnya kendali oleh suatu pihak yang mengakusisi terhadap pihak yang di akusisi. Tanggal akuisisi harus ditetapkan karena nilai-nilai wajar asset, liabilitas, dan ekuitas yang dipertukarkan dalam penggabungan usaha didasarkan pada tanggal akuisisi. Tanggal akuisisi (acquisition date) adalah tanggal diperolehnya kendali (control) oleh pihak pengakuisisi (acquirer) atas bisnis yang diakuisisi (acquiree). Tanggil ini mungkin saja berbeda dengan tanggal pertukaran ketika pengorbanan diserahkan oleh pihak pengakuisisi kepada pihak penjual.

Selanjutnya, semua harta yang didapatkan dan kewajiban yang dibebankan dari bisnis yang diakuisisi harus diidentifikasi, diakui, dan diukur nilai-nilai wajarnya. IFRS 3 menegaskan bahwa pembelian asset dan liabilitas harus merupakan sebuah bisnis untuk dapat diperlakukan dengan metode akuisisi. Pembelian asset atau pengalihan liabilitas yang bukan merupakan sebuah bisnis harus diperlakukan sebagai pembelian asset atau pengalihan liabilitas secara umum, tanpa adanya pengakuan goodwill.


Dalam IFRS, goodwill di konsep sebagai, “An asset representing the future economic benefits arising from other assets acquired in a business combination that are not individually identified and separately recognised. (Asset yang mencerminkan manfaat ekonomi di masa depan yang berasal dari asset-asset lainnya yang diakuisisi melalui penggabungan usaha yang tidak teridentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah
Purchase Vs Pooling of Interest Accounting
Ada beberapa perbedaan yang mungkin harus dipertimbangkan dalam penerapan di negara yang berbeda menyangkut metode yang digunakan untuk penggabungan usaha yang disebabkan oleh merger dan pengambil-alihan kepemilikan`. Contohnya adalah metode pembelian (purchase method) dalam konsolidasi. Biasanya digunakan, bilamana asset dinilai ulang nilai wajarnya (fair value) pada tanggal terjadinya akuisisi atas anak perusahaan, dan perbedaan antara harga pembelian dan net asset yang telah dinilai kembali dicerminkan sebagai goodwill dalam konsolidasi. Bagaimanapun, di beberapa negara, pooling of interests method (biasanya disebut sebagai merger method di Inggris) juga diperbolehkan untuk digunakan dengan keadaan tertentu. Dalam hal ini, misalnya asset tidak dinilai kembali, tidak ada goodwill yang muncul, tidak ada perbedaan antara pendapatan sebelum dan sesudah akuisisi. Dalam metode purchase, perusahaan yang diakuisisi berkontribusi kepada pendapatan group hanya setelah kombinasi, dimana dibawah pooling of interests, semua pendapatan sebelum kombinasi termasuk yang dikontribusikan. Hal ini adalah salah satu nilai lebih dalam menggunakan metode pooling, jika diijinkan, untuk memperlihatkan pendapatan yang lebih tinggi.
Untuk lebih lanjutnya, dibawah metode purchase, investment oleh induk perusahaan dicatat menggunakan harga pasar (market value) dan asset serta liability dari perusahaan yang diakuisisi secara umum dinilai kembali nilai wajarnya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pada tanggal terjadinya penggabungan usaha. Bila menggunakan metode pooling, investment dicatat pada nilai nominal (book value), dan tidak dilakukan penilaian kembali atas asset serta liability. Efek dari perbedaan ini adalah, dengan menggunakan metode akuisisi, profit setelah penggabungan mungkin akan berkurang karena bertambahnya biaya depresiasi berkaitan dengan penilaian kembali asset. Profit juga mungkin berkurang karena amortisasi goodwill- walaupun penghapusan cadangan seringkali diperbolehkan atau bahkan dianjurkan di Inggris. Karena itu, terdapat keuntungan lebih dalam menggunakan metode pooling of interests, dimana hal ini diperbolehkan.
Untuk mempertinggi pendapatan yang dilaporkan, tidak hanya dapat dilakukan dengan metode pooling. Pandangan pesimis atas penilaian asset, dalam konteks penyesuaian nilai wajar, dapat digunakan. Lebih jauh lagi, provisi untuk reorganisasi dan antisipasi kerugian yang mungkin terjadi di masa depan (termasuk dalam biaya purchase) dapat meningkatkan goodwill dan, dengan menghapuskan penghapusan goodwill secara seketika terhadap pencadangan (diperbolehkan di Inggris namun tidak diperkenankan di USA), dapat mendorong digunakannya purchase accounting.
Dalam konteks prinsip akuntansi konvensional, alasan untuk memilih antara 2 buah pendekatan belum benar-benar diteliti. Bagaimanapun, semua alasan pasti akan menggambarkan asumsi-asumsi yang dapat dipertanyakan atas sifat asal kepemilikan atas kepentingan paramount tanpa memperhatikan substansi ekonomi dari penggabungan usaha. Dalam hal ini, dimana sebuah perusahaan membeli perusahaan lainnya dan pemegang saham dari saham perusahaan yang dibeli berhenti untuk memiliki hak kepemilikan, metode purchase dinilai cocok. Namun di sisi lain, jika terdapat kelanjutan kepemilikan melalui penggantian saham, maka metode pooling of interest dinilai cocok. Asumsi yang mendasari akuntansi merger adalah bahwa yang berubah adalah skala bisnis yang perlu dihitung, dengan kedua perusahaan tetap beroperasi seperti sebelumnya, dengan kata lain, terdapat penyatuan kepentingan. Sebaliknya, akuntansi purchase memperlakukan penggabungan usaha dari sudut pandang pemegang saham yang diakuisisi. Anak perusahaan juga diperlakukan seperti jika asset, liatility dan goodwillnya telah dibeli secara terpisah dan berkontribusi secara bisnis pada tanggal penggabungan. Sehingga, asset dan liability dinilai kembali untuk menggambarkan nilai belinya, atau “nilai beli” yang baru, pada tanggal akuisisi.
Dalam prakteknya, metode pooling of interest hanya digunakan oleh beberapa perusahaan saja. Di Australia, Brazil dan Jepang, metode ini tidak diijinkan. Hal yang menarik adalah, metode ini disyaratkan di Kanada, Swedia, Inggris, dan di USA, dalam situasi tertentu metode ini diijinkan, dan diijinkan juga di sejumlah negara lain seperti Prancis, Jerman, Belanda dan Swiss. Di USA, metode pooling digunakan hanya oleh sejumlah kecil perusahaan, dimana jumlahnya hanya kira-kira 10% dari seluruh penggabungan usaha yang terjadi, namun jika ada penggabungan usaha yang memenuhi syarat untuk metode pooling, maka dapat dipastikan adanya penggunaan metode pooling dalam penggabungan usaha tersebut. Di Inggris, praktek akuntansi untuk penggabungan usaha telah disamakan dengan yang ada di USA, dengan diterbitkannya FSR 6 tentang akuisisi dan merger, yang tujuannya adalah memastikan bahwa “merger accounting” digunakan hanya untuk penggabungan usaha yang tidak secara substansial merupakan akuisisi satu entity oleh satu entity lainnya, namun yang formasi barunya merupakan kerjasama berimbang dimana tidak ada pihak yang dominan


KONSOLIDASI PADA TANGGAL AKUISISI

Pada dasarnya, laporan keuangan keungan konsolidasi disusun dengan menggunakan prinsip akuntansi yang sama. Akan tetapi, laporan keuangan konsolidasi melaporkan hasil operasi dan posisi keuangan dua entitas atau lebih yang memliki hubungan istimewa menjadi sebuah laporan keuangan yang seolah-olah berasal dari satu entitas, tentu saja setelah mengalami proses eliminasi.
Kertas kerja konsolidasi
Kertas kerja konsolidasi merupakan mekanisme yang efisien untuk menggabungkan akun-akun  dari  perusahaan yang terpisah yang akan dikonsolidasi dan untuk menyesuaikan saldo gabunganmenjadi angka-angka yang akan dilaporkan seakan-akan semua perusahaan yang dikonsolidasi  adalah satu entitas. Penting untuk diketahui bahwa entitas konsolidasi tidak mempunyai pembukuannya sendiri, tiap-tiap perusahaan  yang akan dikonsolidasi mempunyai pembukuan mereka sendiri-sendiri. Kertas kerja konsolidasi berisi dari empat kolom yaitu:
1.      Nama pos, berisi nama pos-pos yang merupakan asset,kewajiban maupun ekuitas entitas.
2.      Data neraca, memuat 2 subkolom yaitu data perusahaan induk dan anak . Tiap subkolom menjelaskan nilai dari pos-pos yang ada disebelah kiri
3.      Ayat jurnal eliminasi.  Pada kolom ini, total saldo akun perusahaan-perusahaan terpisah yang akan dikonsolidasi disesuaikan untuk mencerminkan angka yang akan muncul jika entitas konsolidasi berdiri sendiri sebagai entitas tunggal dan legal . agar tidak bercampur dengan ayat jurnal umum, ayat jurnal eliminasi diberi tanda “E” pada sudut kiri jurnalnya. Ayat jurnal eliminasi hanya muncul di kertas kerja konsolidasi dan tidak mempengaruhi pembukuan perusahaan manapun
4.      Terakhir adalah kolom konsolidasi yang memuat hasil akhir dari peyesuaian dari entitas-entitas yang akan dikonsolidasi. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut:
Nama pos
Data neraca percobaan
Ayat jurnal eliminasi
konsolidasi
Entitas induk
Entitas anak
Debet
Kredit

Penyusunan neraca konsolidasi sesaat setelah akuisisi kepemilikan penuh
Contoh kasus:
Alim corp. membeli seluruh saham deeny company pada  tanggal 1 januari dan sesaat setelahnya langsung menyusun neraca konsolidasi . Berikut disajikan neraca terpisah kedua entitas tersebut sebelum akuisisi:
Alim corp.
Deeny company
Aktiva
Kas
700.000
100.000
Piutang usaha
150.000
100.000
Sediaan
200.000
120.000
Tanah
350.000
80.000
Bangunan dan peralatan
1.600.000
1.200.000
Akumulasi penyusuta
(800.000)
(600.000)
Total aktiva
2.200.000
1.000.000
Kewajiban dan ekuitas
Utang usaha
200.000
200.000
Utang obligasi
400.000
200.000
Saham biasa
1.000.000
400.000
Laba ditahan
600.000
200.000
Total ekuitas & ekuitas
2.200.000
1.000.000

Selanjutnya, semua ayat jurnal dan ayat jurnal eliminasi dalam materi ini  akan diberi nomor berurut. Ayat jurnal eliminasi yang muncul di kertas kerja akan dibahas dalam teks.
Kepemilikan penuh dibeli pada nilai buku
Dari contoh diatas, alim membeli saham deeny 100% saham biasa beredar seharga $600.000. pada saat penggabungan usaha, nilai wajar yang masing-masing aktiva dan kewajiban deeny sama dengan nilai buku yang disajikan dalam tabel diatas. Harga beli saham sebesar  $600.000( 400.000+200.000).  alim mencatat akuisisi saham di pembukuannya pada tanggal penggabungan usaha dengan ayat jurnal sebagai berikut:
1 januari 20X1
          Investasi –saham deeny                                                                  600.000
                        Kas                                                                                                  600.000
Berikut neraca kedua entitas sesaat setelah akuisisi:




Alim corp.
Deeny company
Aktiva
Kas
100.000
100.000
Piutang usaha
150.000
100.000
Sediaan
200.000
120.000
Tanah
350.000
80.000
Bangunan dan peralatan
1.600.000
1.200.000
Akumulasi penyusutan
(800.000)
(600.000)
Investasi-saham deeny
600.000
Total aktiva
2.200.000
1.000.000
Kewajiban dan ekuitas
Utang usaha
200.000
200.000
Utang obligasi
400.000
200.000
Saham biasa
1.000.000
400.000
Laba ditahan
600.000
200.000
Total ekuitas & ekuitas
2.200.000
1.000.000

Kertas kerja konsolidasinya dapat dibuat sebagai berikut:
Pos
Data neraca
ayat jurnal eliminasi
Konsolidasi
Alim
Deeny
Debet
kredit
Kas
100.000
100.000
200.000
Piutang usaha
150.000
100.000
250.000
Sediaan
200.000
120.000
320.000
Tanah
350.000
80.000
430.000
Bangunan dan peralatan
1.600.000
1.200.000
2.800.000
Akumulasi penyusutan
(800.000)
(600.000)
1.400.000
Investasi-saham deeny
600.000
600.000a
Total aktiva
2.200.000
1.000.000
600.000 
3.200.000
Kewajiban dan ekuitas
Utang usaha
200.000
200.000
400.000
Utang obligasi
400.000
200.000
600.000
Saham biasa
1.000.000
400.000
400.000a
1.000.000
Laba ditahan
600.000
200.000
200.000a
600.000
Total ekuitas & ekuitas
2.200.000
1.000.000
600.000
3.200.000





Ayat jurnal eliminasi investasi:
E(a)   Saham biasa-deeny                                                                         400.000
          Laba ditahan                                                                                   200.000
                        Investasi-saham deeny                                                                    600.000
Setelah dieliminasi, neraca konsolidasi dapat disajikan sebagai berikut:
Alim corp. and subdiaries
Neraca konsolidasi
1 januari 20X1
Aktiva
Kewajiban
Kas
200.000
Utang usaha
400.000
Piutang usaha
250.000
Utang obligasi
600.000
Sediaan
320.000
Ekuitas pemegang saham
Tanah
430.000
Bangunan dan peralatan
2.800.000
Saham Biasa
1.000.000
Akumulasi penyusutan
1.400.000
Laba ditahan
600.000
Total aktiva
3.200.000
Total kewajiban dan ekuitas
3.200.000

Kepemilikan penuh dibeli diatas nilai buku
Harga saham suatu persahaan biasanya dipengaruhi banyak factor, termasuk didalamnya aktiva bersih, profitabilitas perusahaan, dan kondisi pasar secara umum. Pada saat membeli saham perusahaan lain, tidak beralasan akan mengharapkan harga beli sama dengan nilai buku saham yang diakuisisi. Berikut beberapa alasan mengapa harga beli saham suatu perusahaan lebih tinggi dari nilai buku saham tersebut:
1. Kesalahan dan penghilangan dari pembukuan anak perusahaan.
Jika pembukuan anak perusahaan diteliti, sangat mungkin kita akan menemukan  adanya kesalahan dan penghapusan yang mengkibatkan timbilnya selisih antara nilai buku dengan nilai wajar. Ketidaksesuaian itu biasanya disebabkan karena anak perusahaan tidak mengikuti prinsip akuntansi berlaku umum untu aktivitas pencatatannya. Untuk menghapus ketidaksesuaian itu, maka anak perusahaan dikoreksi dan setelah anakperusahaan  dinyatakan sesuai dengan PABU, maka tidaka ada lagi bagian diferensial yang disebabkan kesalahan dan penghilangan tersebut.
2. Selisih lebih nilai wajar diatas nilai buku dari aktiva bersih anak perusahaan yang dapat diidentifikasi
Dalam banyak kasus, nilai wajar suatu aktiva yang diakuisisi  lebih tinggi dari nilai bukunya. Akibatnya, harga beli lebih tinggi dari nilai buku saham yang diakuisisi. Prosedur konsolidasi mewajibkan menyusu neraca konsolidasi harus berdasakan nilai wajar aktiva tersebut. Untuk mencapai nilai wajar aktiva  dapat digunakan dua cara:(1) aktiva dan kewajiban direvaluasi langsung dari pembukuan anak perusahaan.(2)dasar akuntansi anak perusahaan dipertahankan dengan ketentuanrevaluasi dilakukan tiap periode.
Biasanya, perusahaan akan lebih condong untuk melakukan revaluasi aktiva dan kewajiban karena asas praktisnya, dengan syarat didalam perusahaan tidak ada hak minoritas yang berpengruh signifikan (karena dari sudut pandang minoritas anak perusahaan berkelanjutan dan dasar akuntansi tidak boleh berubah). Namun, bila ada hak minoritas, maka diperlukan ayat jurnal yang merevaluasi aktiva tersebut dan mengalokasikan dierensial dalam kertas kerja konsolidasi tiap kali laporan keuangan konsolidasi disusun.
3. Keberadaan goodwill
Pada suatu kondisi perusahaan membeli saham diatas harga total nilai wajar aktiva anak perusahaan yang dapat diidentifikasi, tambahan pembayaran tersebut biasanya diperlakukan sebagai pembayaran atas kemampuan laba yang tinggi perusahaan yang diakuisisi, karena itu sisa diferensial debet akan dialokasikan ke sebagai goodwill.
Asumsikan bahwa alim membeli saham biasa dee seharga 680.000 tunai pada tanggal 1 januari 20X1. Dalam pembelian tersebut, dapat kita lihat bahwa alim membayar $80.000 lebih tinggi dari nilai buku saham tersebut. Terkait hl ini, alim mencatat pembelian tersebut sebagai berikut:
          Investasi-saham dee                                                                        $680.000
                        Kas                                                                                                  $680.000
Dalam suatu penggabungan usaha, harga beli harus dialokasikan ke aktiva dan kewajiban yang diakuisisi. Karena itu, jumlah tertentu yang dibayar perusahaan tersebut harus dialokasikan ke aktiva dan kewajiban tertentu dan juga dialokasikan ke goodwill bila ada kelebihan (diferensial positif) pada nilai buku anak perusahaan.
Prosedur untuk kertas kerja konsolidasi seharusnya memiliki pola yang sama dengan kertas kerja biasa, hanya saja ada perlakuan khusus pada selisih nilai buku dan harga beli tersebut. Pada saat harga beli lebih tinggi, maka pembuatan ayat jurnal eliminasi harus mendebet akun diferensial  yang menyamakan posisi jumlah debet dan kredit pembelian tersebut. Lebih jelas, berikut ayat jurnal eliminasi  yang dibuat entitas konsolidasi:
E(b)   saham biasa-deeny                                                                          400.000
          Laba ditahan                                                                                   200.000
          Deferensiasi                                                                                    80.000
                        Investasi saham deeny                                                                    680.000
Saldo yang dialokasikan ke akun deferensial dalam ayat jurnal eliminasi tersebut selanjutnya akan dinolkan dengan melalui satu atau lebih ayat jurnal tambahan, tergantung nilai lebih tersebut akan dialokasikan kemana, apakah ke aktiva( alasan kedua munculnya diferensial positif) atau ke goodwill(syarat ketiga).
Bila dialokasikan ke aktiva seperti syarat kedua ,tanah misalnya, maka akan muncul ayat jurnal penyesuaian dan neraca sebagai berikut:
E(c)   tanah                                                                                               80.000
                        Diferensial                                                                                      80.000

Pos
Data neraca
ayat jurnal eliminasi
Konsolidasi
Alim
Deeny
Debet
kredit
Kas
20.000
100.000
120.000
Piutang usaha
150.000
100.000
250.000
Sediaan
200.000
120.000
320.000
Tanah
350.000
80.000
80.000c
430.000
Bangunan dan peralatan
1.600.000
1.200.000
2.800.000
Akumulasi penyusutan
(800.000)
(600.000)
1.400.000
Investasi-saham deeny
680.000
680.000a
diferensial
80.000a
80.000c 
 Total aset
2.200.000
1.000.000
3.200.000
Kewajiban dan ekuitas
Utang usaha
200.000
200.000
400.000
Utang obligasi
400.000
200.000
600.000
Saham biasa
1.000.000
400.000
400.000a
1.000.000
Laba ditahan
600.000
200.000
200.000a
600.000
Total pasiva
2.200.000
1000.000
760.000
760.000
3.200.000


Ilustrasi Perlakuan diferensial debet
Asumsikan bahwa alim membeli saham deeny seharga $800.000 pada tanggal  1 januari 20X1 dengan menerbitkan obligasi dengan tingkat bunga 9% dan nilai nominal $200.000 serta membayar tunai sebesar $600.000. untuk mencatat pembelian tersebut, alim melakukannya sebagai berikut:
1 jan 20X1
          Investasi-saham deeny                                                                    800.000
                        Utang obligasi                                                                                 200.000
                        Kas                                                                                                  600.000
         
Berikut neraca deeny pada 1 jan 20X1
Nilai buku
Nilai wajar
Perbedaan nilai wajar dan nilai buku
Kas
100.000
100.000
Piutang usaha
100.000
100.000
Sediaan
120.000
150.000
30.000
Tanah
80.000
200.000
120.000
Bangunan dan peralatan
1.200.000
580.000
Akumulasi penyusutan
(600.000)
(20.000)
1.000.000
1.130.000
Utang usaha
200.000
200.000
Utang obligasi
200.000
270.000
(70.000)
Saham biasa
400.000
Laba ditahan
200.000
Total ekuitas & ekuitas
1.000.000
470.000
60.000

Total harga beli sebesar  $800.000 lebih tinggi 200.000 dibandingnilai buku aktiva bersih  deeny (nilai total aktiva dikurangi kwajiban) sehingga terdapat difernsial sebesar itu. Total nilai wajar dari aktiva bersih dan dapat didentifikasi adalah $ 660.000. jumlah selisih lebih total harga beli dengan nilai wajar aktiva bersih adalah $140.000 . jumlah tersebut kemudian dialokasikan ke goodwill dalam neraca konsolidasi.

Pos
Data neraca
ayat jurnal eliminasi
Konsolidasi
Alim
Deeny
Debet
kredit
Kas
100.000
100.000
200.000
Piutang usaha
150.000
100.000
250.000
Sediaan
200.000
120.000
30.000c
350.000
Tanah
350.000
80.000
120.000c
550.000
Bangunan dan peralatan
1.600.000
1.200.000
20.000c
2.780.000
Goodwill
140.000c
140.000
Investasi-sahan deeny
800.000
800.000d
Diferensial
200.000d
200.000c
Total debet
3.200.000
1.600.000
4.270.000
Akumulasi penyusutan
800.000
600.000
1.400.000
Utang usaha
200.000
200.000
400.000
Utang obligasi
600.000
200.000
800.000
Premi utang obligasi
70.000c
70.000
Saham biasa
1.000.000
400.000
400.000d
1.000.000
Laba ditahan
600.000
200.000
200.000d
600.000
Total kredit
3.200.000
1.600.000
1.090.000
1.090.000
4.270.000

Kepemilikan penuh dibeli dibawah nilai buku
Ada beberapa factor yang bias menyebabkan saham dibeli dibawah nilai buku antara lain:
1.      Kesalahan pembukuan dari anak perusahaan,yang untuk perlakuan akuntansinya ama dengan pembelian diatas nilai buku  yaitu dibuatkan koreksi.
2.      Selisih lebih nilai buku dengan nilai wajar aktiva yang dapat didentifikasi. Jika terjadi seperti ini,standar akuntansi mewajibkan adanya pengakuan penurunan nilai.
3.      Berkurangnya nilai goodwill, jika ini terjadi, maka goodwill harus dihapusbukukan.
4.      Pembelian murah karena goodwill negative. Jika terdapat goodwill negative, maka goodwill negatif tersebut harus dialokasikan kesemua aktiva yang diakuisisi kecuali kas dan setara kas.

Nilai buku
Nilai wajar
Perbedaan nilai wajar dan nilai buku
Kas
100.000
100.000
Piutang usaha
100.000
100.000
Sediaan
120.000
120.000
Tanah
80.000
90.000
10.000
Bangunan dan peralatan
1.200.000
560.000
Akumulasi penyusutan
(600.000)
(40.000)
1.000.000
970.000
Utang usaha
200.000
200.000
Utang obligasi
200.000
200.000
Saham biasa
400.000
Laba ditahan
200.000
Total ekuitas & ekuitas
1.000.000
970.000
(30.000)

Penyusunan neraca konsolidasi sesaat setelah akuisisi kepemilikan pengendali
Yang lebih umum terjadi, sebuah perusaahn tidak diakuisisi sepenuhnya oleh investor. Selalu ada bagian dari hak minoritas. Maka untuk memunculkan klaim atas kepemilkan minoritas tersebut, perusahaan kemudian melaporkannya sebagai kewajiban. Jika kepemilikan pengendali kurang dari 100% dibeli lebih tinggi dari nilai buku, maka akan timbul difernsiasi. Diferensial tersebut kemudian kita debet di kertas kerja dan selanujtnya dialokasikan ke aktiva dan kewajiban anak perusahaan dengan cara yang sama dengan yang digunakan dalam kondisi akuisisi kepemilikan penuh.
Utang dan piutang antarperusahaan
Semua utang dan piutang antar entitas yang akan dikonsolidasi harus dieliminasi pada saat penyusunan laporan keuangan konsolidasi. Dari sudut pandang entitas tunggal, suatu perusahaan tidak dapat berutang pada dirinya sendiri.



PERTIMBANGAN TAMBAHAN
Akun penilaian aktiva dan kewajiban pada saat akuisisi:
1.      Akumulasi penyusutan pada tanggal akuisisi
Secara teoritis, perlakuan akuntansi yang tepat pada akumulasi penyusutan adalah anak perusahaan adalah merevaluasinya menjadi nilai wajar pada tanggal penggbungan melalui alokasi diferensial. Akan tetapi dalam praktiknya, eliminasi penyusutan jaran dilakukan karena tidak mempunyai pengaruh nilai bersih aktiva dan hanya mengeliminasi akun aktiva dan kontra aktiva yang lebih tinggi.

2.      Penyisihan piutang tak tertagih
Piutang dinilai berbeda dari aktiva nonmoneter. Piutang umumnya dicerminkan sebesar nilai legal aktiva  dan dibuatkan estimasi penyisihan dalam akun kontra aktiva. Jika akun aktiva dan akun kontra aktiva dinyatakan secara tepat dalam pembukuan anak perusahaan, kedua angka tersebut akan dibawa pada neraca konsolidasi.