Activity-Based Costing (ABC)
A.
Distorsi Biaya
Penentuan biaya produksi dengan metode
traditional costing dapat menimbulkan distorsi biaya produksi. Hal ini
disebabkan karena metode tersebut hanya mempergunakan satu macam basis
pembebanan biaya untuk pemakaian sumber daya, sementara setiap sumber daya yang
berbeda dapat saja dikonsumsi berdasarkan basis yang berbeda pula. Untuk
mengatasi keterbatasan pada metode traditional costing maka dikembangkan sistem
biaya yang didasarkan pada aktivitas yang disebut Activity Based Costing, yang
didasari oleh asumsi bahwa aktivitas mengkonsumsi biaya dan produk mengkonsumsi
aktivitas. Dengan demikian, penyebab dari dikonsumsinya biaya adalah aktivitas
yang dilakukan untuk membuat suatu produk, bukan produk itu sendiri. Maka
dengan metode Activity Based Costing pembebanan biaya tidak selalu dianggap
proporsional terhadap volume produk, melainkan proporsional terhadap
pengkonsumsian sumber daya oleh aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam
membuat produk tersebut.
Pemilihan aktivitas-aktivitas dan
pemicu-pemicu biaya secara hati-hati merupakan kunci untuk memperoleh manfaat
dari sistem Activity Based Costing. Analytic Hierarchy Process merupakan salah
satu metodologi yang mampu menangani kriteria keputusan yang banyak dan
konsisten untuk menentukan pemicu-pemicu biaya dalam Activity Based Costing.
Analytic Hierarchy Process mampu membantu kekonsistenan munculnya
problem-problem pemilihan pemicu biaya dengan kriteria keputusannya yang
dinyatakan secara subyektif berdasarkan pada pengalaman manajerial. Penelitian
yang membandingkan pembebanan biaya produksi tak langsung metode traditional
costing dengan metode Activity Based Costing pada Divisi Produksi PT. Arka
Footwear Indonesia ini menunjukkan bahwa dua dari tiga produk yang dibuat
perusahaan tersebut (Neckerman dan Osh Kosh B'Gosh) mengalami distorsi
undercosting masing-masing sebesar Rp. 30,- dan Rp. 485,-. Sedangkan produk
lainnya (Adidas) mengalami distorsi overcosting sebesar Rp. 3.048,-. Distorsi
biaya yang terjadi disebabkan karena metode traditional costing terlalu rendah
mengkalkulasikan biaya produksi tak langsung untuk produk Neckerman dan Osh
Kosh B'Gosh, dan terlalu tinggi mengkalkulasikan biaya produksi tak langsung
untuk produk Adidas.
Hal ini disebakan karena metode
traditional costing hanya menggunakan satu jenis pembebanan biaya yang sama
untuk setiap produk yang dihasilkan. Dengan metode Activity Based Costing dapat
ditelusuri aktivitas apa saja yang dikonsumsi produk tersebut, sehingga dapat
diketahui jumlah biaya yang sebenarnya.
B.
Pengertian ABC (Activity Based Costing)
Activity Based Costing merupakan
metode yang menerapkan konsep-konsep akuntansi aktivitas untuk menghasilkan
perhitungan harga pokok produk yang lebih akurat. Namun dari perspektif
manajerial, sistem ABC menawarkan lebih dari sekedar informasi biaya
produk yang akurat akan tetapi juga menyediakan informasi tentang biaya dan
kinerja dari aktivitas dan sumber daya serta dapat menelusuri biaya-biaya
secara akurat ke objek biaya selain produk, misalnya pelanggan dan saluran
distribusi.
Pengertian akuntansi aktivitas menurut Amin Widjaja (1992;
27) adalah :
“Bahwa ABC Sistem tidak hanya memberikan kalkulasi
biaya produk yang lebih akurat, tetapi juga memberikan kalkulasi apa yang
menimbulkan biaya dan bagaimana mengelolanya, sehingga ABC System juga
dikenal sebagai sistem manajemen yang pertama.”
Sedangakan menurut Mulyadi (1993:34) memberikan
pengertian ABC sebagai berikut :
“ABC merupakan metode penentuan HPP (product
costing) yang ditujukan untuk menyajikan informasi harga pokok secara cermat
bagi kepentingan manajemen, dengan mengikursecara cermat konsumsi sumber daya
alam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk.”
Pengertian ABC Sistem yang lain juga dikemukakan
oleh Hansen and Mowen (1999: 321) sebagai berikut :
“Suatu sistem kalkulasi biaya yang pertama kali
menelusuri biaya ke aktivitas kemudian ke produk.”
Pengertian akuntansi aktivitas menurut Brimson (1991:
47) adalah:
“Suatu proses pengumpulan dan menelusuri biaya dan data
performan terhadap suatu aktivitas perusahaan dan memberikan umpan balik dari
hasil aktual terhadap biaya yang direncanakan untuk melakukan tindakan koreksi
apabila diperlukan.”
Definisi lain dikemukakan oleh Garrison dan Norren (2000:
292) sebagai berikut:
“Metode costing yang dirancang
untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategik dan
keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya
tetap.” Activity-Based Costing (ABC) adalah konsep perhitungan
biaya dalam akuntansi manajemen yang didasarkan pada aktivitas-aktivitas bisnis
dalam organisasi yang dapat diterapkan untuk menghitung biaya produk dengan
lebih akurat. Produk merupakan hasil aktivitas-aktivitas bisnis dan
aktivitas-aktivitas tersebut memanfaatkan sumberdaya yang berarti menimbulkan
biaya. Biaya produk dihubungkan ke aktivitas-aktivitas bisnis relevan dan
kemudian ke sumberdaya-sumberdaya yang dimanfaatkan. Hal ini menghasilkan
perhitungan biaya produk yang lebih akurat dibandingkan dengan perhitungan
menggunakan konsep tradisional. ABC baik untuk diterapkan di perusahaan yang
memproduksi lebih dari satu jenis produk dan memiliki komponen biaya tidak
langsung yang signifikan.
Activity-Based
Costing (ABC) adalah suatu sistem informasi akuntansi yang mengidentifikasi
berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan mengumpulkan
biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari aktivitasnya. ABC
memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas untuk
memproduksi, mendistribusikan atau menunjang produk yang bersangkutan.
Sistem
ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi akuntansi
yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk
menghasilkan produk secara akurat. Hal ini didorong oleh:
1.
Persaingan
global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective
2.
Advanced
manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya overhead pabrik dalam
product cost menjadi lebih tinggi dari primary cost.
3.
Adanya strategi
perusahaan yang menerapkan market driven strategy
Kelemahan sistem akuntansi biaya tradisional:
a.
Akuntansi biaya
tradisional dirancang hanya menyajikan informasi biaya pada tahap produksi.
b.
Alokasi biaya
overhead pabrik hanya didasarkan pada jam tenaga kerja langsung atau hanya
dengan volume produksi.
c.
Ada diversitas
produk, dimana masing-masing produk mengkonsumsi biaya overhead yang berbeda
beda.
Penerapan ABC sistem akan relevan bila biaya overhead
pabrik merupakan biaya yang paling dominan dan multiproduk. Dalam merancang ABC
sistem, aktivitas untuk membuat dan menjual produk digolonhkan dalam 4
kelompok, yaitu:
a.
Facility sustaining activity cost --- biaya yang berkaitan dengan
aktivitas mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan. Misal biaya
depresiasi, biaya asuransi, biaya gaji pegawai kunci
b.
Product sustaining activity cost ----- biaya yang berkaitan dengan
aktivitas penelitian dan pengembangan produk dan biaya untuk mempertahankan
produk untuk tetap dapat dipasarkan. Misal biaya pengujian produk, biaya desain
produk
c.
Bacth activity cost ----- biaya yang berkaitan dengan
jumlah bacth produk yang diproduksi. Misal biaya setup mesin.
d.
Unit level activity cost ---- biaya yang berkaitan dengan besar
kecilnya jumlah unit produk yang dihasilkan. Misal biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja
C.
Pembebanan dua tahap dalam ABC
Pembebanan Biaya Overhead pada Activity-Based Costing
Pada Activity-Based Costing meskipun
pembebanan biaya-biaya overhad pabrik dan produk juga menggunakan dua tahap
seperti pada akuntansi biaya tradisional, tetapi pusat biaya yang dipakai untuk
pengumpulan biaya-biaya pada tahap pertama dan dasar pembebanan dari pusat
biaya kepada produk pada tahap kedua sangat berbeda dengan akuntansi biaya
tradisional (cooper, 1991:269-270).
Activity-Based costing menggunakan
lebih banyak cost driver bila dibandingkan dengan sistem pembebanan biaya pada
akuntansi biaya tradisional.
Sebelum sampai pada prosedure pembebanan dua tahap dalam
Activity-Based Costing perlu dipahami hal-hal sebagai berikut:
1. Cost Driver adalah suatu
kejadian yang menimbulkan biaya. Cost Driver merupakan faktor yang dapat
menerangkan konsumsi biaya-biaya overhead. Faktor ini menunjukkan suatu
penyebab utama tingkat aktivitas yang akan menyebabkan biaya dalam
aktivitas-aktivitas selanjutnya.
2. Rasio Konsumsi adalah proporsi
masing-masing aktivitas yang dikonsumsi oleh setiap produk, dihitung dengan
cara membagi jumlah aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk dengan jumlah
keseluruhan aktivitas tersebut dari semua jenis produk.
3. Homogeneous Cost Pool merupakan
kumpulan biaya dari overhead yang variasi biayanya dapat dikaitkan
dengan satu pemicu biaya saja. Atau untuk dapat disebut suatu kelompok biaya
yang homogen, aktivitas-aktivitas overhead secara logis harus berhubungan dan
mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk.
Prosedure Pembebanan Biaya Overhead dengan Sistem ABC
Menurut Mulyadi (1993: 94), prosedure pembebanan biaya overhead
dengan sisitem ABC melalui dua tahap kegiatan:
a. Tahap Pertama
Pengumpulan biaya dalam cost pool yang memiliki
aktifitas yang sejenis atau homogen, terdiri dari 4 langkah :
1. Mengidentifikasi dan menggolongkan biaya kedalam
berbagai aktifitas
2. Mengklasifikasikan aktifitas biaya
kedalam berbagai aktifitas, pada langkah ini biaya digolongkan kedalam
aktivitas yang terdiri dari 4 kategori yaitu: Unit level activity costing,
Batch related activity costing, product sustaining activity costing, facility
sustaining activity costing.
Level tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Aktivitas Berlevel Unit (Unit Level Activities)
Aktivitas ini dilakukan untuk setiap
unit produksi. Biaya aktivitas berlevel unit bersifat proporsional dengan
jumlah unit produksi. Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk menjalankan
peralatan, karena tenaga tersebut cenderung dikonsumsi secara proporsional
dengan jumlah unit yang diproduksi.
b. Aktivitas Berlevel Batch (Batch Level Activities)
Aktivitas dilakukan setiap batch
diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang ada pada batch tersebut.
Misalnya, pekerjaan seperti membuat order produksi dan pengaturan pengiriman
konsumen adalah aktivitas berlevel batch.
c. Aktivitas Berlevel Produk (Produk Level Activities)
Aktivitas berlevel produk berkaitan
dengan produk spesifik dan biasanya dikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch
atau unit yang diproduksi atau dijual. Sebagai contoh merancang produk atau
mengiklankan produk.
d. Aktivitas Berlevel Fasilitas (Fasility level
activities)
Aktivitas berlevel fasilitas adalah
aktivitas yang menopang proses operasi perusahaan namun banyak sedikitnya
aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume. Aktivitas ini dimanfaatkan
secara bersama oleh berbagai jenis produk yang berbeda. Kategori ini termasuk
aktivitas seperti kebersihan kantor, penyediaan jaringan komputer dan
sebagainya.
3. Mengidentifikasikan Cost Driver
Dimaksudkan untuk memudahkan dalam
penentuan tarif/unit cost driver.
4. Menentukan tarif/unit Cost Driver
Adalah biaya per unit Cost Driver yang dihitung
untuk suatu aktivitas. Tarif/unit cost driver dapat dihitung dengan rumus sbb:
Tarif per unit
Cost Driver = CostDriverfitasJumlahAkti
b. Tahap Kedua
Penelusuran dan pembebanan biaya
aktivitas kemasing-masing produk yang menggunakan cost driver.
Pembebanan biaya overhead dari setiap aktivitas dihitung dengan rumus sbb:
BOP yang dibebankan = Tarif/unit Cost
Driver X Cost Driver yang dipilih
Pengenalan Pembiayaan Berdasarkan
Aktifitas (Activity Based Costing System – ABC System)
Sebagaimana
aktifitas manufaktur makin terus diotomasi dan tekanan persaingan internasional
makin tinggi, banyak perusahaan manufaktur memperkenalkan sistem pembiayaan
produk yang lebih lengkap. Walaupun overhead departmental yang telah
dibagi-bagi per departemen memberikan biaya produk yang lebih akurat daripada
overhead yang secara keseluruhan, masih dimungkinkan untuk mencapai akurasi
yang lebih tinggi dengan memfokuskan kepada banyak aktivitas yang mempengaruhi
proses produksi. Dalam sistem pembiayaan berdasarkan aktifitas (ABC system),
dua tahap alokasi proses tetap digunakan. Tapi bukannya memasukkan overhead
hanya pada department pada tahap 1, overhead tersebut diberikan pada lebih
banyak pos yang melambangkan aktifitas dalam proses produksi. Aktifitas ini
berbeda-beda dalam tiap perusahaan, tapi dapat dijabarkan sebagai contoh
seperti berikut ini: dukungan engineering, penanganan bahan baku, set up mesin,
penjadwalan produksi, inspeksi, penerimaan, pengiriman dan pembelian.
Setelah memasukkan biaya pada pos
aktifitas di tahap 1, driver biaya dididentifikasikan sesuai pos tersebut.
Kemudian pada tahap 2 biaya overhead dialokasikan dari setiap aktifitas
secara proprosional sesuai aktifitas yang dilakukan untuk setiap pekerjaan.
Misalnya berapa jumlah inspeksi bisa menjadi angka yang menentukan jumlah
overhead dari aktifitas inspeksi pada berbagai pekerjaan produksi. Jika
pekerjaan A memerlukan 2 kali inspeksi lebih banyak daripada daripada
pekerjaan B maka jumlah biaya overhead dari inspeksi pun akan menjadi 2 kali
lebih banyak.
Gambar 3-13 menunjukkan alokasi proses
2 tahap dalam ABC system. Peningkatan akurasi pembiayaan dalam sistemini datand
dari tahap 1 yaitu menidentifikasi sejumlah pos aktifitas dan 2 penentuan
angka driver untuk setiap aktifitas.
Tren saat ini
yang menggunakan lingkungan produksi yang sangat otomatis adalah menggunakan
angka driver yang tinggi untuk penentuan overhead. ABC system makin banyak
digunakan sebagaimana para manajer melihat kepentingan strategis untuk
mendapatkan informasi biaya yang akurat. ABC system relatif baru dan sangat
penting dalam pembahasan manajemen akuntansi.
D.
ABC pada perusahaan jasa
Activity Based Costing untuk
Perusahaan Jasa.
Sistem kerja Activity Based Costing banyak
diterapkan pada perusahaan manufaktur, tetapi juga dapat diterapkan pada
perusahaan jasa. Penerapan metode Activity Based Costing pada perusahaan
jasa memiliki beberapa ketentuan khusus, hal ini disebabkan oleh karakteristik
yang dimiliki perusahaan jasa. Menurut Brinker (1992), karakteristik
yang dimiliki perusahaan jasa, yaitu:
1) Output seringkali sulit didefinisi
2) Pengendalian aktivitas pada permintaan jasa kurang
dapat didefinisi
3) Cost mewakili proporsi yang lebih tinggi dari
total cost pada seluruh kapasitas yang ada dan sulit untuk menghubungkan
antara output dengan aktivitasnya. Output pada perusahaan jasa adalah
manfaat dari jasa itu sendiri yang kebanyakan tidak terwujud, contoh: kecepatan
suatu jasa, kualitas suatu informasi, pemuasan konsumen. Output pada
perusahaan jasa tidak berwujud membuat perhitungan menjadi sulit. Sekalipun
sulit, dewasa ini bisnis jasa menggunakan metode Activity Based Costing pada
bisnisnya.
Untuk menjawab permasalahan diatas, Activity
Based Costing benar-benar dapat digunakan pada perusahaan jasa,
setidak-tidaknya pada beberapa perusahaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam penerapan Activy Based Costing pada perusahaan jasa adalah:
1) Identifying and Costing Activities
Mengidentifikasi dan menghargai
aktivitas dapat membuka beberapa kesempatan untk pengoperasian yang efisien.
2) Spesial Challenger
Perbedaan antara perusahaan jasa dan
perusahaan manufaktur akan memiliki permasalahan-permasalahan yang serupa.
Permasalahan itu seperti sulitnya mengalokasikan biaya ke aktivitas. Selain itu
jasa tidak dapat menjadi suatu persediaan, karena kapasitas yang ada namun
tidak dapat digunakan menimbulkan biaya yang tidak dapat dihindari.
3) Output Diversity
Perusahaan jasa juga memiliki
kesulitan-kesulitan dalam mengidentifikasi output yang ada. Pada perusahaan
jasa, diversity yang menggambarkan aktivitas-aktivitas pendukung pada hal-hal
yang berbeda mungkin sulit untuk dijelaskan atau ditentukan